salju

Sabtu, 08 September 2012

Teknik Photo Studio


Mudah-mudahan pembaca mengerti dan bisa memperbaiki teknik fotografinya Agar lebih baik lagi.

1. Penerangan yang fleksibel karena built in flash tidak dapat di gunakan pada semua situasi. Gunakan external flash, diffuser(membuat cahaya flash lebih lembut), lampu flash kedua sehingga cahaya seperti dalam studio.

2. Perluas pandangan dengan wide converter, panorama( foto objek dalam beberapa segmen dan satukan dalam pc)

3. Filter kamera agar dapat menghasilkan segalanya yang di inginkan dari sebuah jepretan. Gunakan filter polarizer(agar terhindar dari refleksi yang tidak di inginkan sehingga warna lebih cerah), filter uv(mengurangi efek kabut akibat pantulan sinar uv), filter gradual nd(untuk menyeimbangkan foto dengan latar belakang yang kontras)

4. Agar gambar foto 
art photographer lebih detail, anda bisa gunakan zoom extra pada kamera saku(digital zoom- namun kualitas gambar kurang atau bisa juga ikutilah kursus fotografi
), menambah teleconverter pada kamera saku dan maro converter untuk meningkatkan fungsi macro sehingga memperoleh foto gambar di mensi baru.

5. Gunakan lcd yang lebih baik agar foto dapat ekposure lebih baik di bawah sinar matahari. Alat itu antara lain: hood lcd(menampilkan kontras yang lebih baik di bawah sinar matahari), tube karton bekas tissue untuk menahan sinar matahari.

6. Filter kamera untuk menopang kamera jika ingin melakukan eksposure yang lebih lama dengan menggunakan berbagai macam tripod yaitu: ringan, mini dan monopod, cek disini juga 
sewa mobil murah di bali.

7. Filter kamera untuk foto outdoor minimal harus ada 2 orang atau lebih untuk mengerjakan pemotretan dengan menggunakan reflektor lipat ataupun manfaatkan dinding/kain berwarna putih yang di potret bersama dengan objek.

Selamat mencoba.

Dukung kampanye stop dreaming start action

http://id.shvoong.com

Kamis, 05 Juli 2012

Belajar FOTOGRAFI MAKRO


Macrofotografi semakin banyak peminatnya dari waktu ke waktu, boleh jadi karna salah satu alasannya karna kekaguman kita terhadap sesuatu yg luar biasa yg tidak cukup nampak oleh mata kita secara langsung. Alasan diatas saya persempit dari objek foto makro yg begitu luas, Mengapa ? karna saya ngin mengarahkan pembicaraan ini pada objek binatang kecil dan Objek lain semisal butir.
Macrophotografi sendiri adalah aliran fotografi yg melihat segala sesuatu dalam dunia yg lebih kecil guna mengeksplorasi detil dan tekstur sebuah objek yg tidak nampak secara kasat mata.
Dalam tulisan ini saya tidak akan mengupas secara mendalam tentang macrophotografi dalam artian yg luas, baik mengenai peralatan maupun teknik dalam membuat sebuah foto macro. Karna begitu banyak cara yg digunakan para macromania dari yg sederhana sampai pada tingkatan sangat canggih. Saya hanya ingin berbagi mengenai cara yg biasa saya gunakan dalam merekam objek makro.

Setidaknya ada 4 cara dalam membuat fotomacro berkenaan dengan alat yg dibutuhkan :

1. Lensa Macro

Dari semua alat yg digunakan untuk membuat foto makro boleh jadi inilah yg paling baik dan menghasilkan gambar yg sempurna. Sebagai lensa normal lensa makro dapat berfungsi secara optimal dimana ketajaman, kekontrasan, dan fokus secara manual maupun otomatis berjalan sempurna.
Jika anda ingin mendalami fotografi makro secara serius dan memiliki anggaran yg cukup, ini adalah pilihan terbaik menurut saya. Dipasaran ada beberapa pilihan diantaranya adalah :

- Lensa macro normal : 50 mm – 65 mm
- Lensa macro mid tele : 90 mm – 105 mm
- Lensa macro tele : 150 mm – 180 mm

Pilihan lensa diatas tergantung dari kebutuhan dan anggaran dana yg kita miliki, semakin tinggi focal length (ditandai dengan mm) semakin mahal harga sebuah lensa kecuali apabila pembesarannya lebih tinggi seperti MP-E 65 mm / F 2,8 1-5 X.



2. Extension tube

yaitu semacam logam yang memiliki fitting bayonet di kedua ujungnya yg berfungsi sebagai penghubung elektronik dari lensa ke kamera. Alat ini dapat meningkatkan pembesaran tergantung dari berapa kali pembesaran dan berapa banyak alat ini terpasang pada sebuah kamera. Yg perlu diperhatikan adalah semakin banyak gabungan extesion tube maka akan semakin lama pula exposurenya sehingga kemampuan mode auto akan berkurang.



3. Flter Close up

Filter ini memiliki tingkat pembesaran yang beragam, dipasaran umum yg ada mulai +1 - + 10 dan dapat dibeli secara terpisah ataupun satu set. Penggunaan filter ini seperti filter2 pada umumnya yaitu direkatkan di bagian depan lensa. Dampak yg timbul dengan penggunaan alat ini adalah akan menurunkan DOF ( dept of field ) atau ruang ketajaman sehingga diperlukan bukaan diafragma kecil. Semakin tinggi tingkat pembesaran maka jarak terhadap objek akan semakin dekat. Yg paling banyak digunakan oleh peminat macrofotografi adalah Raynox DCR 250



4. Reverse Ring

Mungkin alat ini yg paling banyak digunakan para peminat fotomakro, alasan utamanya adaah harga yg terjangkau. Reverse Ring adalah sebuah linkaran logam dengan fitting bayonet yg berfungsi menyambung bagian muka lensa dengan kamera atau dengan kata lain posisi lensa terbalik dari biasanya. Dengan menggunakan reverse ring otomatis hanya dapat menggunakan mode manual karna merupakan penghubung non elektronik. Hasil yg direkam dengan bantuan alat ini cukup tajam meski DOF cukup sempit.



Apa yg perlu diperhaikan dalam membuat foto makro ?

Secara umum hal ini yg menjadi perhatian dalm membuat sebuah foto macro adalah

1. Lighting ( Pencahayaan)

Pencahayaan dalam membut foto macro sangat beragam dan unik, karna para peminat macrophotografi berkreasi dengan caranya masing2. saya merangkum setidaknya ada 4 cara yg biasa digunakan oleh para peminat macrofotografi :

A. Cahaya Matahari

Cahaya ini sungguh luar biasa buat saya, murah karna tersedia secara gratis dan sempurna karna penyebaran cahaya ke setiap sudut ruang ketajaman merata.
Saya akan membahas lebih dalam pada pembahasan selanjutnya, tentunya adalah cara yg biasa saya gunakan.

B. Twin light Flash

Yaitu dua buah lensa yg direkatkan didepan lensa, intensitas hanya dapat diatur sehingga dapat menghasilkan cahaya sesuai dengan keinginan kita, yg menjadi kendala mungkin mahalnya alat ini apalagi bila Branded ( merk Nikon dan Canon).



C. Ring Flash

Flash yg berbentuk lingkaran yg melingkari lensa. Hasil pencahayaannya cukup merata meski terkesan kuat. Ring Flash cukup berat sehingga cukup menjadi kendala ketika membuat foto makro, shake seringali tidak terhindarkan karna beban yg berat. Harga Ring Flash yg branded cukup mahal meski kini telah banyak dijual merk lain yg cukup terjangkau.



D. Flash external di beri diffuser

Penggunaan flash external dengan pemberian diffuser didepannya menjadi perhatian cukup besar bagi peminat foto makro, salah satunya harga diffuser yg terjangkau. Penyebaran cahaya dengan alat ini juga cukup merata dan berbaur dengan cahaya matahari. Hanya saja karna bentuknya yg besar cukup mengganggu bahkan menakuti hewan2 kecil yg sensitive teradap benda asing.


Sumber foto : Andis atmajaya (fotografer .net)

E. Built in Flash dengan snoot + Diffuser.

Mungkin alat ini yg paling terjangkau dan sangat Variatif. Para peminat menggunakan berbagai macam alat yg ada disekitar kita mulai dari kardus bekas odol sampai botol bekas minuman susu anak2, yg didalamnya dilapisi alumunium foil dan di beri diffuser didepanya.
Selain murah cahaya yg terlepas dari flash langsung menuju sasaran tembak yg tepat sehingga mengasilkan ketajaman yg sangat baik. Namun bila kita tidak mengatur dengn tepat intenitas cahayanya maka cahaya yg jatuh terasa sangat kuat pada objek. Mungkin kelemahan dari penggunaan alat ini adalah light yg dihasilkan tarasa flat karna cahaya tidak menyebar secara merata.



2. Ketajaman

ketajaman menjadi hal mutlak dalam memuat foto makro, percuma saja mendapatkan pembesaran yg maksimal kalau tidak tajam. Ketajaman dipengaruhi banyak factor, yg paling menonjol dan sering kita alami adalah karna guncangan .

3. Fokus

Foto yg tajam diperoleh dari fokus yang tepat, oleh karna itu dalam macrofotografi focus harus didapat seakur mungkin. Dengan foks tg tepat akan menghasilkan gambar yg sempurna.

4. DOF

Foto makro akan menjadi lebih indah apabila penerapan DOF yg tepat kita bisa bayangkan jika foto seekor belalang kecil yg tajam dengan background yg penuh dedaunan (terkesan ramai), mungkin akan sangat mengganggu keindahan foto tersebut. Oleh karna itu terapkan DOF yg tepat untuk menghasilkan BG yg lembut.

5. Komposisi

Jika foto yg kita hasilkan tajam dengan didukung BG yg lembut akan lebih cantik bila kita mengkomposisinya dengan baik. cara mengkomposisi yg termudah adalah dengan menerapkan rule of third. Kita akan semakin trampil mengkomposisi sebuah foto makro dengan melatih terus menerus, dan tidak ada salahnya melihat hasil karya orang lain untuk mencuri idenya.


Baik seperti yang saya tulis di awal saya akan membahas lebih dalam mengenai teknik foto macro cara yang biasa saya gunakan .

Hal –hal yang perlu di persiapkan sebelum kita terjun ke lapangan :

1. Setingan kamera

A. Setting Picture Style di kamera

Karena saya menggunakan Canon maka (ma’af) settingan kamera yang saya tulis di sini adalah settingan kamera Canon.
Ubah menu sebagai berikut :

- Sharpness : 5-6
- Contrast : +1
- Saturation : +2
- Color Tone : 0

B. Parameter lainnya :

- Spot Metcring
- Day Light White Balance
- Color Space : sRGB
- Quality : RAW atau JPEG
- One shot dengan mode continous shooting
- Manual/Auto focus di lensa
- Gunakan AV atau TV mode, tergantung aktivitas objek.

2. Perlengkapan pendukung

Perlengkapan pendukung kadang kita abaikan karena kita berfikir kurang atau bahkan tidak perlu padahal buat saya ini cukup penting sebagai bagian untuk menghasilkan foto yang maksimal antara lain:

- Batang kayu kecil
Berfungsi untuk menyingkirkan dedaunan yang tidak terjangkau oleh tangan atau akan mengganggu apabila kita gunakan tangan secara langsung

- Handuk kecil
Rasanya lucu tapi ini penting karena boleh dicoba kita akan sangat berkeringat pada waktu kita membuat foto macro.
Karena kita cukup banyak mengeluarkan energi untuk mengatur irama nafas kita.

Perhatian utama ketika saya membuat foto macro mungkin sama dengan tulisan saya sebelumnya namun kali ini saya akan menjelaskannya lebih teknis dengan menyertakan parameter yang biasa saya gunakan :

1. Lighting

Pilihan saya jatuh pada cahaya matahari, cahaya yang luar biasa hebat buat saya, menyebar secara merata dan favoritnya saya adalah sinar pagi hari karena lembut dan memiliki warna sedikit menguning yang menghasilkan tonal pada gambar yang sempurna.

Yang perlu diperhatikan dalam membuat foto macro dengan lighting sang surya adalah :

A. Arah Cahaya

Jangan sekali-kali melawan cahaya matahari karena kita akan kehilangan detail pada objek selain itu pasti menjadi tidak enak dipandang. Membelakangi matahari adalah posisi terbaik meski tidak salah jika mengatur posisi dari sisi samping.

Contoh Penganbilan dari sisi samping matahari :


B. Gunakan Lensa Hood

Penggunaan lensa hood buat saya cukup membantu terutama bila saya mengambil gambar dari arah samping matahari, selain meredam flare yang cukup mengganggu untuk foto macro juga sebagai penghalang debu atau tetesan embun langsung ke bagian depan lensa.


2. Ketajaman & Focus

Saya menggabungkan ketajaman dan focus dalam pembahasan ini karena saling terkait, untuk mendapatkan ketajaman dan focus yang maksimal maka cara yang saya gunakan adalah :

A. Gunakan Spot Metering di kamera, ini sangat membantu untuk menentukan titik focus yang akurat sehingga menghasilkan ketajaman yang maksimal.

B. Gunakan manual focus sebagai prioritas dibanding auto focus. Saya telah mengalami sendiri dengan Manual Focus ketajaman lebih dibanding dengan Auto focus, selain jarak menjadi lebih dekat + 20 Cm (dibanding kita menggunakan auto focus + 30 Cm) yang secara otomatis pembesarannya pun menjadi lebih optimal. Penggunaan Manual focus menjadi syarat mutlak buat saya bila objeknya sangat kecil, yang sangat sulit atau bahkan tidak mungkin menggunakan Auto Focus karena focus tidak tertangkap dengan baik oleh kamera.


3. D O F

DOF (Depth OF Field) atau Ruang Ketajaman menjadi unsur pendukung yang tidak terpisahkan untuk memperindah sebuah foto macro. DOF dipengaruhi beberapa factor diantaranya bukaan diafragma dan jarak lensa ke POI (Point Of Interest), semakin besar nilai Diafragma (F) yang ditandai dengan angka semisal ½,8 atau ¼ maka ruang ketajaman juga akan semakin sempit. Begitupun juga dengan jarak lensa terhadap POI semakin dekat maka ruang ketajaman akan semakin sempit pula.

Hal-hal yang menjadi perhatian saya untuk menentukan nilai F (diafragma) agar dapat menghasilkan DOF yang baik dan ketajaman yang sempurna terhadap objek yaitu :

A. Posisi POI

- Bila posisi POI kita ambil (shot) dari sisi samping saya menggunakan F5,6 – 9 dengan jarak sekitar 20 Cm dengan Manual focus atau 30 Cm dengan Auto Focus.


Ket : F : 7.1 Speed : 125 ISO : 200

- Bila posisi frontal (dari depan ke belakang) maka F yang saya gunakan >11 itupun belum mendapatkan ruang tajam secara merata, kendalanya adalah bila saya menggunakan F>16 maka speed akan sangat rendah dan resiko shake menjadi sangat besar.


Ket : F : 11 Speed : 80 ISO : 250

B. BG (Back Ground)

BG yang lembut dan warna yg kita nginkan dihasilkan dari penerapan DOF yang tepat, pengalaman saya untuk mendapatkan BG yang lembut maka jarak POI dengan BG harus 1.5 kali lebih jauh dari jarak lensa ke POI



Ket : jarak lensa ke POI 40 Cm sedang POI ke BG 40 Cm



Ket: Jark lensa ke POI 30 Cm sdangkan jarak POI ke BG 40 Cm

4. Moment

Kehidupan hewan kecil yang sering terabaikan di sekitar kita akan menjadi hal yang mengagumkan apabila terekam pada saat mereka beraktifitas keseharian, seperti makan,minum,kawin bahkan buang kotoran,dan lain-lain.
Foto makro akan memiliki nilai tambah bila dapat menghadirkan sebuah cerita , moment yang tak terduga menjadi incaran pemikat para macromania, semakin langka sebuah moment semakin menarik dan bernilai sebuah foto makro.
Berangkatlah kelapangan untuk hunting pada pagi hari karena itulah saat hewan kecil mulai beraktifitas layaknya manusia, banyak moment yang akan kita dapat pada pagi hari dibanding kita melakukannya pada sore hari.

Contoh Momen – momen Unik :

Kawin.


Memangsa :


Minum :


Buang hajat.


Bertelur.


5. Komposisi

Mungkin ini yang sering terabaikan oleh peminat foto makro, padahal komposisi merupakan unsur yang tak terpisahkan dalam sebuah karya foto termasuk foto Macro.
Dengan kejelian dan ketrampilan mengkomposisi sebuah foto macro maka akan menambah keindahan foto tersebut bahkan lebih dari itu dapat menjadi symbol sebuah cerita dalam foto tersebut.

Contoh komposisi :










Sahabat peminat Foto Macro,

Inilah artikel singkat saya yang saya tulis berdasarkan pengalaman saya sebagai peminat Macrophotografi tentu banyak hal yang masih harus saya pelajari karena begitu bayak cara untuk menghasilkan sebuah foto macro yang luar biasa.
Untuk itu saya mohon ma’af apabila dalam tulisan ini ada yang kurang, terutama dalam hal tehnik fotografi yang benar juga mohon ma’af jika bahasa dan tehnik penulisan artikel ini yang kurang baik.

10 Tips Memotret Sunset Dan Sunrise

Memotret sunset dan sunrise adalah salah satu dari sekian banyak ”foto wajib“ yang harus dilakukan oleh seorang penggemar fotografi. Kalau anda sudah pernah mencoba memotret sunset atau sunrise tetapi kurang puas dengan hasilnya, silahkan coba tips berikut ini supaya foto sunset dan sunrise bertambah baik:
1903863438_9b75d75043.jpg

Lakukan Persiapan Sebaik-baiknya

Sunset dan sunrise hanya berlangsung sekitar setengah jam. Untuk itu kita harus melakukan persiapan matang sebelumnya. Pastikan datang lebih awal dan pastikan anda sudah tahu dari  titik sebelah mana anda akan memotret. Agar komposisi akhir foto keren, lakukan observasi tempat sebelumnya. Untuk memastikan anda tidak terlambat , usahakan anda tahu jam berapa sunset atau sunrise akan tiba (karena jam sunset / sunrise berbeda dari lokasi ke lokasi).  Juga pastikan peralatan sudah siap: kamera – lensa – tripod (jika ada) serta aksesoris lainnya sudah terpasang & disetel dengan baik, sehingga saatnya tiba kita bisa sibuk memotret bukan sibuk mengeset alat. Baca lagi tips tentang komposisi.
3668234881_617c98d933.jpg

Jangan Kecewa Karena Mendung

Karena anda sudah bersusah – payah mendatangi lokasi yang jauh dan sulit, jangan kecewa kalau mendadak mendung tiba. Maksimalkan kreatifitas anda saat langit tertutup mendung. Langit mendung bukan halangan menghasilkan foto indah saat sunrise dan sunset. Cari tahu obyek apa saja yang menarik untuk difoto saat mendung atau hujan.

Jangan Terpaku Pada Wide Angle

Memotret sunset dan sunrise menggunakan lensa sudut lebar (wide angle) merupakan hal yang biasa, namun jangan terpaku hanya menggunakan lensa tersebut (kalau anda memang punya pilihan lain). Manfaatkan rentang lensa yang lain, misalnya lensa tele.
2595728993_82326e6229.jpg

Maksimalkan Siluet

Hal yang menambah daya tarik foto sunset dan sunrise adalah siluet. Siluet memberi kesan yang kuat serta memberi cerita dalam foto anda, apalagi jika anda memotret sunset atau sunrise di lokasi yang memiliki identitas kuat. Baca juga tips memotret siluet.

Bawalah Tripod

Jika anda ingin memanfaatkan teknik long shutter – membuat HDR atau panorama: tripod wajib dibawa

Gunakan Manual Focus

Karena sunset dan sunrise memiliki kualitas cahaya yang lumayan ekstrim, kadang kamera akan kesulitan menemukan fokus jika anda menggunakan mode auto focus, segera ganti ke mode manual sehingga kita tidak menyia-nyiakan waktu menunggu kamera menemukan titik fokus.
183916459_c501884355.jpg

Gunakan Preset White Balance Cloudy

Ubahlah setting white balance anda ke cloudy (biasanya dilambangkan dengan ikon mendung). Setting white balance ini akan membuat foto sunset atau sunrise lebih hangat dan warnanya lebih “menggigit”, dibandingkan kalau menggunakan setting white balance auto. Atau jika anda suka bereksperimen, cobalah setting white balance lainnya. Apa itu white balance?

Gunakan Spot Metering (SLR dan Prosumer) atau Sunset Scene (Untuk Kamera Saku)

Untuk memperoleh eksposur yang tepat, gunakan mode metering spot jika anda memiliki kamera SLR dan prosumer, atau gunakan mode scene sunset/ sunrise jika anda menggunakan kamera saku pemula. Untuk pengukuran menggunakan spot meter, arahkan titik fokus ke area sekitar matahari (jangan tepat di matahari – nya lalu lakukan metering dengan memencet separuh shutter, lalu kunci eksposur anda. Untuk kamera saku (dengan mode scene), tinggal arahkan dan jepret. Pahami mode pengoperasian kamera digital.
380260645_8cc03aa912.jpg

Jangan Berhenti Ketika Sunset Lewat

Saat memotret sunset, jangan kemasi kamera anda hanya karena matahari sudah melewati garis horison. Bertahanlah sebentar lagi, karena cahaya sesaat setelah sunset adalah salah satu cahaya paling indah yang dikeluarkan alam. Begitu juga dengan sunrise, jangan datang terlalu mepet dengan waktu matahari terbit. Cahaya sesaat sebelum sunrise adalah salah satu yang paling indah

Berdoalah Agar Alam Berpihak Pada Anda

Anda sudah jauh – jauh datang ke pantai terpencil (atau gunung), menyiapkan alarm untuk bangun jam 4 pagi dan sudah menata semua peralatan agar siap memotret, namun tiba – tiba hujan tiba. Ya apadaya, memotret di alam terbuka memang membutuhkan keberuntungan dan kesabaran, kenapa kesabaran? karena anda bisa mencoba lagi esok hari :)

Jumat, 20 April 2012

Jenis-jenis Foto dan Tekniknya

Jenis-jenis Foto dan Tekniknya


OPINI | 21 November 2010 | 22:36 Dibaca: 6233   Komentar: 20   4 dari 4 Kompasianer menilai Bermanfaat

Mungkin ada beberapa orang yang belum mengerti apa itu fotografi..
Pengertian fotografi dapat dilihat disini.
saya akan mencoba menyebutkan beberapa macam jenis foto dan teknik nya.
1. Landscape
Merupakan foto yang objek utamanya adalah pemandangan. Dalam memotret foto landscape gunakanlah bukaan (aperture) yang sempit (angka F besar, missal f/10 , f/14 , f/16 , dst). Kenapa? Karena dengan sempitnya bukaan, maka ruang fokus semakin lebar sehingga menambah ketajaman gambar, dan gunakan speed yang cepat (misal speed 1/125s ke atas). Kemudian juga gunakan ISO yang rendah saja (missal ISO 100, 200, 320). Tapi semua itu tergantung pencahayaan pada spot angle yang anda cari. Dan alangkah baiknya gunakanlah tripod agar gambar tidak shake/blur. Setelah semua sudah diatur, tinggal “bidik” dan “tembak”.
ini merupakan contoh foto landscape dgn data sbb
speed 1/800s , f/20, ISO 100 , -0.2EV
12903525581335909441
2. Macro
Merupakan foto yang objek utama adalah benda2 yang kecil. Misalnya serangga, bunga, dll. Dalam memotret foto macro, sesuaikan bukaan dengan objek yg anda “bidik”. Alangkah baiknya jika menggunakan bukaan yg sedang (missal angka F pada f/8, f/7.1, f/6.3, f/9). Dan usahakan bila cahaya nya mendukung pakailah speed tinggi, sebab kebanyakan jika kita memotret foto macro, halangan terbesar kita adalah ANGIN. Untuk itu gunakanlah speed tinggi dalam pemotretan macro, agar gambar tidak shake, dan fokusnya tepat. Kemudian gunakan ISO sesuai kebutuhan agar hasil nya bersih dari noda (noise (hihi)). Gunakan ISO rendah jika cahaya pada sekitar objek kuat, dan gunakan ISO tinggi jika cahaya sekitar objek kurang, tapi INGAT!! ISO tinggi menimbulkan banyak NOISE, hati-hatilah. Gunakanlah tripod agar hasil foto tidak shake (bila speed dibawah 100). Setelah semua sudah diatur, tinggal “bidik” dan “tembak”.
ini merupakan contoh foto macro dgn data sbb
speed 1/200s, f/11, ISO 500, Flash
1290352722199153669
3. Panning
Merupakan foto yang objek utama nya adalah benda bergerak. Misalnya motor berjalan, mobil berjalan, dll. Teknik ini merupakan teknik yang sangat sulit dalam penempatan fokusnya (menurut saya hehe). Sebab kita harus dan harus memfokuskan objek yg sedang bergerak. Pada teknik ini, gunakan speed 1/15-1/40s. kenapa? Supaya fokus yg kita bidik tetap terjaga, dan BackGround nya blur. Lalu gunakan bukaan yg sempit (missal angka F di f/14, f/16, f/22, dst tergantung dari pencahayaan). Kenapa? Agar ketajaman fokus kita terjaga, dan juga untuk mengimbangi cahaya yg masuk karena kita menggunakan speed rendah. Saat pengambilan gambarnya, fokuskan pada objek, lalu ikuti gerakan objek dgn menggeser kamera searah dgn gerakan objek (agar tetap terfokus objeknya). Setelah semua sudah diatur, tinggal “bidik” dan “tembak”.
ini merupakan contoh foto panning dgn data sbb
speed 1/30s, f/22, ISO 100
12903529451613485566
4. Night Shot
Merupakan foto yg diambil pada malam hari. Foto ini alangkah baiknya sangat dibutuhkan tripod. Supaya gambar yg terambil tidak shake karena menggunakan speed sangat rendah. Biasanya para fotografer menggunakan speed 15s, 20s, 30s, bahkan BULB. Biasanya objek yg diambil dalam foto ini adalah jalan TOL pada malam hari, Gedung – gedung bertingkat yg memancarkan cahayanya, dll. Dan pada foto night shot menggunakan teknik bukaan (aperture) seperti foto landscape, yaitu gunakan bukaan sempit (angka F besar). Dan gunakanlah ISO rendah agar gambar terhindar dari Noise. Setelah semua sudah diatur, tinggal “bidik” dan “tembak”.
ini merupakan contoh foto night shot dgn data sbb
speed 20s, f/29, ISO 100, with tripod
1290353207597598563
5. Human Interest
Merupakan foto yg bercerita, biasanya kekuatan foto ini ada pada judulnya. jadi pintar-pintarnya si fotografer dalam memberi judul agar foto terlihat bercerita. Untuk pengaturan shutter speed, bukaan, ISO, dll sesuaikan dengan pencahayaan. Dan yang paling penting dlm foto ini adalah, pekanya naluri fotografer dalam mencari moment-moment yang bagus dan menarik. Setelah semua sudah diatur, tinggal “bidik” dan “tembak”.
ini merupakan contoh foto human interest dgn judul
” pake topi dulu ah, panassss ”
walaupun terik matahari di Jogja sangat panas.
namun bapak ini tetap mengayuh becaknya dengan semangat.
seakan-akan rasa panas itu hilang dan lenyap karena semangat nya..
12903534401085868320
6. Still Life
Merupakan foto yg objeknya adalah benda2 di sekitar kita. Dalam pemotretan Still Life, diperlukannya kreatifitas seorang fotografer untuk membuat foto lebih bermakna dan bercerita, walaupun hanya foto yang berobjek sederhana sekalipun. Untuk pengaturan bukaan,speed,ISO sesuaikan dengan pencahayaan dan kebutuhan. Setelah semua sudah diatur, tinggal “bidik” dan “tembak”.
ini merupakan contoh foto still life dgn judul
”A”
12903537331969929659
Mungkin hanya itu yg saya tahu dan hanya itu yg bisa saya posting sementara ini.. hehehe.. :)
Kurang lebihnya saya minta maaf..
salam.. :)

Jumat, 13 April 2012

Apa itu kamera lubang jarum?

Apa itu kamera lubang jarum?


Apa itu kamera lubang jarum?

Kamera lubang jarum adalah kamera yang sangat sederhana, tanpa lensa kamera melainkan dengan satu celah yang sangat kecil, yang dihasilkan dengan cara membuat lubang yang sekecil mungkin menggunakan jarum.

Gambar disamping cukup menjelaskan, ini adalah bukti terang-kotak dengan lubang kecil di satu sisi. Cahaya dari sebuah adegan melewati titik tunggal dan proyek gambar terbalik di seberang kotak. Kamera menggunakan lubang kecil dan mata manusia dalam cahaya terang keduanya bekerja seperti kamera lubang jarum.

Semakin kecil lubang, semakin tajam gambar, tapi gambar yang diproyeksikan meredup (gelap). Secara optimal, ukuran aperture harus 1 / 100 atau kurang dari jarak antara itu dan layar.

Sebuah lubang jarum pada kamera biasanya dioperasikan secara manual karena eksposur panjang kali, dan terdiri dari beberapa cahaya kelepak-bahan bukti untuk menutupi dan mengungkap lubang jarum. Eksposur khas berkisar dari 5 detik untuk jam dan kadang-kadang hari.


Penggunaan umum kamera lubang jarum untuk menangkap gerakan matahari selama jangka waktu yang panjang. Jenis fotografi disebut Solargraphy.

Gambar dapat diproyeksikan ke layar tembus real-time untuk melihat (populer untuk mengamati gerhana matahari; lihat juga kamera obscura), atau dapat mengekspos film atau perangkat ditambah charge (CCD). Kamera lubang jarum dengan CCD sering digunakan untuk surveilans karena mereka sulit untuk dideteksi.

sejarah komunitas lubang jarum indonesia


Sejarah Komunitas Lubang Jarum Indonesia (KLJI)

Istilah fotografi berasal dari bahasa Yunani, Photos-graphos. Photos artinya cahaya dan graphos artinya menulis atau melukis. Menulis atau melukis dengan cahaya. Namun tafsir yang sederhana ini membutuhkan perjalanan ribuan tahun untuk mewujudkannya. Penemuan teknologi fotografi adalah rangkaian cerita panjang dari gairah kebutuhan manusia untuk bisa merekam gambar sepersis mungkin. Cikal bakal teknologi ini dimulai dari zaman pra-sejarah dan tercatat dalam sejarah sejak penulis Cina, Moti, pada abad ke-5 SM, Aristoteles pada abad ke-3 SM, ilmuwan Arab ibnu al Haitam atau Al Hazen pada abad ke-10 M, Gemma Frisius tahun 1554 mematenkannya dengan istilah Camera Obscura, lalu lahir teknologi fotografi analog hingga teknologi digital yang paling mutakhir.

Di Indonesia, saat penggunaan teknologi digital mulai marak, sekelompok fotografer dilanda resah. Mereka bukan antidigital. Tapi, pendidikan fotografi Indonesia akan kehilangan satu elemen penting dari fotografi yaitu proses alkimia dari kerja rekam objek. Salah satunya Ray Bachtiar Dradjat.
Berawal dari sukses memotret pagar depan rumah tinggal dengan menggunakan KLJ kaleng susu 800 gram dengan negatif kertas Chen Fu, Ray menuliskan pengalamannya di media GFJA tahun 1997, Photo Copy. Selanjutnya digelarlah workshop perdana pada 2001 di lokasi pembuangan sampah Bantar Gebang. Hasilnya, terbit buku “MEMOTRET dengan KAMERA LUBANG JARUM”. Kamera Lubang Jarum (KLJ) adalah sebutan Pinhole camera lantaran konsep dasar inovasinya berbeda. Ray bertekad mensosialisasikan “seni proses” ke seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Di sinilah perbedaan Ray dengan para profesional fotografer yang pada saat itu sudah bahkan lebih dulu menggunakan pinhole camera. “Teknik” pun seakan-akan tak jadi soal, yang penting adalah masalah mengasah rasa. “Secukupnya”. Itulah konsep awal dari gerilya panjang yang sambung-menyambung: Jawa, Bali, Makassar. Hingga pada 17 Agustus 2002, Ray mengumandangkan proklamasi berdirinya Komunitas Lubang Jarum Indonesia (KLJI).

KLJI tak menyoalkan “kesempurnaan” karena “kegagalan” justru bisa menjadi konsep dan menuntun kita menerobos segala rintangan. Maka eksplorasi makna “lubang jarum” jadi tujuan. Kita dituntut mampu meloloskan diri dari suatu situasi yang sulit, “kreativitas” jadi kendaraan yang sangat berguna untuk membantu meloloskan diri dari lubang jarum. Sebagaimana dikatakan Leonardo Da Vinci: “Siapa yang akan percaya dari sebuah lubang kecil, kita dapat melihat alam semesta”.
Kamera Lubang Jarum bersifat handmade. Bagi Indonesia yang kaya akan bahan baku dan manusia-manusia kreatif, juga mengembalikan suatu momen ritual dan upacara dalam fotografi sekaligus memberikan kembali pemahaman tentang apa arti pelambatan di tengah digitalisasi kehidupan yang menawarkan percepatan pembangunan, pertumbuhan teknologi, budaya instan dan konsumerisme.
Lubang Jarum memanifestasikan suatu diktum bahwa proses alam dan kenyataan harus diikuti oleh sebuah proses alkimia dengan menggunakan hukum jarum sebagai proses.


Perkembangan Kamera Lubang Jarum di Indonesia
Dan di Indonesia, tahun 1997,  saat teknologi digital mulai booming, Ray Bachtiar Dradjat yang sudah menggunakan kamera digital karena tuntutan pekerjaan sebagai profesional fotografer mulai resah. Ray tidak anti digital, tapi punya pandangan bahwa pendidikan fotografi di Indonesia sebaiknya “mengetahui sesuatu dari dasarnya dulu”. Maka berawal dari sukses memotret pagar depan rumah tinggal menggunakan KLJ kaleng susu 800 gr, dengan negatif kertas Chen Fu th 1997, digelarlah workshop perdana tahun 2001 di lokasi pembuangan sampah Bantar Gebang dengan asisten instruktur Loepy Naden, didukung Galeri i-see, dan disponsori Kedutaan Belanda. Akhirnya, September tahun 2001 dibantu Jasmani dan Budi Rahardjo, terbitlah buku “MEMOTRET dengan KAMERA LUBANG JARUM” terbitan Puspaswara. Ray menyebut pinhole camera dengan sebutan Kamera Lubang Jarum (KLJ) karena konsep dasar inovasinya berbeda. Ray tidak terlalu mempermasalahkan “teknik”, tapi mencoba menularkan “rasa yang mendalam” dengan menggunakan kata kunci khas Indonesia: “secukupnya”. Selanjutnya, digelarlah workshop tour “gerilya” di Jawa, Bali, bahkan Makassar, hingga pada 17 Agustus 2002 memproklamirkan KOMUNITAS LUBANG JARUM INDONESIA (KLJI) sebagai komunitas para pemain KLJ di Indonesia.

Sebagai sebuah filosofi KLJI sebenarnya tidak mempersoalkan masalah “kamera”, tapi makna “lubang jarum” lah yang  digarisbawahi. Karena lubang jarum bisa berarti kondisi dimana saat sulit datang bertamu dan pada saat seperti itu kita harus mampu meloloskan diri. Pantas jika Leonardo Da Vinci menyatakan: “Siapa yang akan percaya dari sebuah lubang kecil, kita dapat melihat alam semesta“, karena terbukti KLJ mengajak kita untuk berada dalam suatu ruang yang cukup luas untuk olah pikir, olah rasa dan bahkan olah fisik. Tetapi ruang itu harus kita penuhi dengan aksi-aksi nyata.
Sesungguhnyalah, KLJ menawarkan pemanjaan idealisme yang luarbiasa. KLJ menawarkan seni proses yang sangat melelahkan, tapi juga KLJ bisa sangat mengasyikkan. Mungkin hal itulah yang menggelitik sehingga KLJ bagaikan virus. Sangat pantas jika KLJ di Indonesia digunakan sebagai kendaraan untuk masalah “pendidikan” dan “seni”. Terbukti saat mengikuti “Gigir Manuk Multicultural Art Camp” bulan september 2002 di Bali, KLJ di terima para seniman Bali dengan tangan terbuka. Malah sempat berkolaborasi bersama seniman lainnya seperti seniman lukis, tekstil dan bahkan teater.
Pada buku ke-dua yang diterbitkan Gramedia dalam bentuk majalah edisi Spesial Chip Foto Video bertajuk “RITUAL FOTOGRAFI” pada tahun 2008, Ray menekankan bahwa fotografer harus melek digital tapi tetap menggarisbawahi pentingnya ber-KLJ. Bahkan pada peluncuran buku tersebut digelar workshop KLJ tingkat lanjut yang selalu dicitakan sejak berdirinya KLJI, mencetak foto dengan teknik cetak penemu fotografi, William Henry Fox Talbot, abad 19, Saltprint. Dengan misi melahirkan kreator dan instruktur yang berkwalitas, juga jika suatu masa bahan KLJ seperti kertas foto, developer, fixer, tidak lagi diproduksi akibat pasar yang berubah menjadi full digital, popularitas KLJ tidak akan lenyap bahkan seperti lahir kembali. Seperti sejarah lahirnya kamera beberapa abad lalu. Bahkan mungkin bisa melahirkan 10 George Eastman “Kodak” versi Indonesia serta bisa mencuri kembali waktu 100 tahun proses penemuan yang “hilang” di dunia fotografi Indonesia.

Tentu sangat ekslusif! Karena hanya orang-orang tertentu saja yang mampu membuat bahan KLJ dengan tangan mereka sendiri (handmade). Bagi Indonesia yang kaya akan bahan baku dan orang-orang kreatif, peristiwa seperti itu bukan sebuah khayalan. Membangkitkan kembali proses salt print, albumen print, cyanotype dan banyak lagi, sepertinya bukan masalah besar. Terbukti keterbatasan alat dan bahan yang selama ini menghantui, berubah menjadi kelebihan bahkan pada akhirnya malah menjadi khas daerah. Sebagai misal, karena di Jogja kaleng rokok mudah didapat lahirlah KLJ kaleng rokok, bahkan ditemukan pula KLJ kaleng yang bisa menghasilkan distorsi yang luarbiasa dan ini lahir dan menjadi khas KLJ Jogja. Tapi karena di Malang kaleng susah didapat, maka lahirlah KLJ pralon bahkan lahir pula seorang ahli kamera KLJ kotak tripleks. Dan di Jakarta lahir kamera KLJ “pocket” dalam arti sebenarnya, bisa dimasukkan ke dalam saku. Dan pada awal 2010 KLJI Bandung bangkit dengan inovasi kamera rakitan dari karton. Semakin melekatlah motto “Membuat Tidak Membeli”.
Jika efek KLJ disebutkan tidak akrab lingkungan, justru hikmahnya adalah kita dapat menyisipkan pesan dan memperkenalkan cara menangani limbah yang ditimbulkan dalam proses fotografi analog dengan benar. KLJ mengajarkan kita menata limbah dan puing dunia menjadi lebih berarti. KLJ mengingatkan kita akan dunia materi yang fana sekaligus menjadi alat untuk pendidikan jiwa, penggemblengan rasa, dan eksplorasi kreativitas bagi para kreator fotografi Indonesia.
Kinilah saatnya untuk menghargai sejarah sebagai langkah menuju masa datang. Atas pertimbangan itu pula jika KLJI memberikan penghargaan pada tahun 2007 kepada tokoh Fotografi Indonesia, Don Hasman yang masih aktif memotret dan tahun 2009 kepada kang Dayat Ratman tokoh fotografi hitam putih dari Bandung yang membantu lahirnya KLJ.
Puncak yang dicapai KLJI adalah tanggal 7 Desember 2010 atas pengakuan Newseum Indonesia yang memberikan “Anugerah Tirto Adhi Soerjo” kepada Detik.com dan Komunitas Lubang Jarum Indonesia (KLJI) untuk kategori communiNATION dengan dasar:
KLJI memanifestasikan suatu diktum bahwa proses alam dan kenyataan harus diikuti oleh sebuah alkimia dengan menggunakan hukum jarum sebagai proses. Apalagi jika itu dilakukan secara kolektif dan sadar sehingga menjadi sebuah kesaksian jurnalistik di tengah deru percepatan yang dielukan. Lantas jurnalistik tak semata hasil, tapi bagaimana hal itu dicapai dengan sebuah proses alkimia.

Hingga kini Komunitas Lubang Jarum Indonesia sudah tumbuh di 17 kota lebih, dan akan terus berkembang karena KLJ bukan alat yang sempurna tapi kendaraan untuk menjadi sempurna…
Sumber: KLJIndonesia

komunitas lubang jarum indonesia

Komunitas Lubang Jarum Indonesia

Butuh Hosting Murah dan Stabil? Pesan di sini
9 - Jul - 2009 | 8:52 pm | kategori:Komunitas KAMERA LUBANG JARUM (KLJ), bisa dibuat dari kaleng atau dus yang dilubangi sebatang jarum. Di Indonesia ditemukan kembali oleh fotografer Ray Bachtiar Dradjat. Tanggal 17 Agustus 2002 ia mendirikan KLJI (Komunitas Lubang Jarum Indonesia), yaitu perkumpulan pemain Kamera Lubang Jarum. Hingga kini sudah tersebar di lebih 10 kota besar Indonesia. Kamera Lubang Jarum bukan alat yang sempurna, namun bisa membawa kita memasuki suatu ruang yang cukup luas untuk olah pikir, olah rasa dan olah fisik. Kamera Lubang Jarum menawarkan pemanjaan idealisme yang luar biasa. Sangat pantas jika Kamera Lubang Jarum digunakan sebagai kendaraan untuk “pendidikan” dan juga “seni”. Kini Kamera Lubang Jarum dijadikan pelajaran dasar fotografi di Media Rekam ISI Jogja dan institusi-institusi lainnya, melahirkan instruktur-instruktur tangguh, hingga mencetak Sarjana Kamera Lubang Jarum.
Teknologi fotografi bermula dari kotak penangkap bayangan gambar untuk meneliti konstelasi bintang-bintang yang dipatenkan ahli perbintangan Gemma Frisius, tahun 1554. Namun cikal bakalnya sudah dimulai penulis Cina, Moti, abad ke-5 SM, Aristoteles abad ke-3 SM, dan ilmuwan Arab ibnu al Haitam atau Al Hazen abad ke-10 M. Dan tahun 1558 ilmuwan Italia Giambattista della Porta menyebut “camera obscura” pada sebuah kotak yang membantu pelukis menangkap bayangan gambar.
Awal abad ke-17, Angelo Sala, ilmuwan Italia, menemukan proses, “jika serbuk perak nitrat dikenai cahaya, warnanya akan berubah menjadi hitam”. Tahun 1824, seorang seniman lithography Perancis Joseph-Nicéphore Niépce (1765-1833), setelah 8 jam meng-exposed pemandangan dari jendela kamarnya di atas plat logam yang dilapisi aspal, berhasil melahirkan sebuah imaji yang agak kabur dan berhasil pula mempertahankan gambar secara permanen. Pada percobaan selanjutnya, tahun 1826, lahirlah sebuah “gambar” yang akhirnya menjadi awal sejarah fotografi.
Tahun 1827 Niépce berkolaborasi dengan, Louis-Jacques Mande’ Daguerre (1787-1851). Sayang sebelum menunjukkan hasil optimal, Niépce wafat. Dan 19 Agustus 1839, Daguerre-lah yang dinobatkan sebagai orang pertama yang berhasil membuat “foto yang sebenarnya”: sebuah gambar permanen pada lembaran plat tembaga perak yang dilapisi larutan iodin yang disinari selama satu setengah jam cahaya langsung dengan pemanas mercuri (neon). Proses ini disebut daguerreotype. Untuk membuat gambar permanen, plat dicuci larutan garam dapur dan air suling.
Di Inggris, 25 Januari 1839, William Henry Fox Talbot (1800-1877) dengan menggunakan camera obscura memperkenalkan “lukisan fotografi”, yang ia buat positifnya pada kertas chlorida perak. Selanjutnya Talbot menemukan cikal bakal film negatif modern, terbuat dari lembar kertas beremulsi, yang bisa digunakan mencetak foto dengan cara contact print juga bisa untuk cetak ulang layaknya film negatif modern. Proses ini disebut Calotype. Untuk menghasilkan gambar positif, Talbot menggunakan proses Saltprint.
Di Indonesia, tahun 1997, saat teknologi digital mulai booming, Ray Bachtiar D (yang mulai menggunakan kamera digital karena tuntutan pekerjaan sebagai fotografer profesional), merasa resah. “Alangkah lebih baik jika dalam dunia pendidikan termasuk fotografi, mengetahui sesuatu dari dasarnya dulu”.
Sukses memotret pagar depan rumah tinggalnya menggunakan Pinhole Camera kaleng susu 800 gram dengan negatif kertas pada 1997, digelarlah workshop perdana (2001) di lokasi pembuangan sampah Bantar Gebang (asisten instruktur Ipoel, didukung Galeri i-see, disponsori Kedutaan Belanda). Ray Bachtiar menyebut pinhole camera kreasinya itu sebagai Kamera Lubang Jarum (KLJ) karena konsep dasar inovasinya berbeda. Kamera Lubang Jarum tidak terlalu mempermasalahkan “teknik”, tapi mencoba menularkan “rasa penasaran” dengan menggunakan kata kunci khas Indonesia: “secukupnya”.
September 2001 terbit buku “MEMOTRET dengan KAMERA LUBANG JARUM” terbitan Puspaswara. Selanjutnya, digelarlah workshop tour “gerilya” di Jawa, Bali, bahkan Makassar, dan pada 17 Agustus 2002 diproklamirkan KOMUNITAS LUBANG JARUM INDONESIA (KLJI) sebagai komunitas para pemain Kamera Lubang Jarum di Indonesia.
Sebagai sebuah filosofi KLJI sebenarnya tidak mempersoalkan masalah “kamera”, tapi makna “lubang jarum” yang digarisbawahi: Kita harus mampu meloloskan diri dari kondisi sesulit apapun.
Pantas jika Leonardo Da Vinci menyatakan: “Siapa yang akan percaya dari sebuah lubang kecil, kita dapat melihat alam semesta”, karena terbukti Kamera Lubang Jarum mengajak kita untuk berada dalam suatu ruang yang cukup luas untuk olah pikir, olah rasa dan bahkan olah fisik. Tetapi ruang itu harus kita penuhi dengan aksi-aksi nyata. Oleh karenanya Kamera Lubang Jarum menawarkan seni proses dan pemanjaan idealisme yang luarbiasa. Sangat pantas jika Kamera Lubang Jarum di Indonesia, digunakan sebagai kendaraan untuk “pendidikan” dan juga “seni”. Ini terbukti saat mengikuti “Gigir Manuk Multicultural Art Camp” bulan september 2002 di Bali. Kamera Lubang Jarum diterima para seniman Bali dengan tangan terbuka. Malah terjadi kolaborasi dengan seniman lukis, tekstil dan bahkan teater.
Pada tahun 2008 saat buku ke-dua terbit (Gramedia edisi Spesial Chip Foto Video) bertajuk “RITUAL FOTOGRAFI”, Ray Bachtiar menekankan, fotografer harus melek digital tapi tetap menggarisbawahi pentingnya ber-Kamera Lubang Jarum; (Pada peluncuran buku tersebut digelar workshop Kamera Lubang Jarum tingkat lanjut yang selalu dicitakan sejak berdirinya KLJI 6 tahun silam, mencetak foto dengan teknik cetak penemu fotografi pada abad 19, Saltprint.
Dengan misi melahirkan kreator dan Instruktur berkualitas, juga jika suatu masa bahan Kamera Lubang Jarum (kertas foto, developer, fixer), tidak lagi diproduksi akibat pasar berubah jadi full digital, popularitas Kamera Lubang Jarum tidak akan lenyap bahkan seperti lahir kembali. Seperti lahirnya sejarah fotografi.
Tentu sangat ekslusif! Karena hanya orang-orang tertentu saja yang mampu membuat bahan Kamera Lubang Jarum dengan tangan mereka sendiri (handmade). Namun, membangkitkan kembali proses salt print, albumen print, cyanotype dan banyak lagi, bagi Indonesia yang kaya akan bahan baku dan orang-orang kreatif, bukanlah khayalan. Kamera Lubang Jarum bukan alat yang sempurna tapi kendaraan untuk menjadi sempurna. Terbukti keterbatasan alat dan bahan berubah jadi kelebihan, bahkan akhirnya jadi khas daerah. Di Jogja lahir Kamera Lubang Jarum kaleng rokok, bahkan ditemukan Kamera Lubang Jarum kaleng yang bisa menghasilkan distorsi yang luarbiasa. Di Malang lahir Kamera Lubang Jarum pralon bahkan muncul pula pengrajin Kamera kotak tripleks. Di jakarta lahir Kamera Lubang Jarum “pocket” yang terbuat dari selongsong film 135mm, bahkan kreatornya disahkan sebagai sarjana Kamera Lubang Jarum.
Kamera Lubang Jarum juga bisa menyisipkan pesan dan mengajarkan kita menata limbah dan puing dunia menjadi lebih berarti, menjadi alat untuk pendidikan jiwa, penggemblengan rasa dan eksplorasi kreativitas. Karena itulah Komunitas Lubang Jarum Indonesia tetap yakin bisa melahirkan 10 George Eastman “Kodak” versi Indonesia serta bisa mencuri kembali waktu 100 tahun proses penemuan yang “hilang” di dunia fotografi Indonesia. KLJI tetap bertekad untuk mendidik dan membangun motivasi. Seperti motto “guru” yang kian memudar…..
sorce: RayBachtiar.com/komunitaslubangjarum